Sabtu, 07 Juli 2012

YADNYA


Yadnya adalah suatu karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran jiwa/ rohani dalam kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran sastra suci Hindu yang ada (Weda). Yadnya dapat pula diartikan memuja, menghormati, berkorban, mengabdi, berbuat baik (kebajikan), pemberian, dan penyerahan dengan penuh kerelaan (tulus ikhlas) berupa apa yang dimiliki demi kesejahteraan serta kesempurnaan hidup bersama dan kemahamuliaan Sang Hyang Widhi Wasa.
Di dalamnya terkandung nilai- nilai:
  1. Rasa tulus ikhlas dan kesucian.
  2. Rasa bakti dan memuja (menghormati) Sang Hyang Widhi Wasa, Dewa, Bhatara, Leluhur, Negara dan Bangsa, dan kemanusiaan.
  3. Di dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan masing- masing menurut tempat (desa), waktu (kala), dan keadaan (patra).
  4. Suatu ajaran dan Catur Weda yang merupakan sumber ilmu pengetahuan suci dan kebenaran yang abadi.
TINGKAT PELAKSANAAN YADNYA
Di dalam menghayati serta mengamalkan ajaran agama, maka pelaksanaan Yadnya dilakukan secara bertingkat sesuai dengan kemampuan umat masing- masing. Adapun bentuk pelaksanaan Yadnya itu adalah sebagai berikut:
  1. Dalam bentuk pemujaan (sembah, kebaktian) ditujukan kepada:
    a) Sang Hyang Widhi Wasa.
    b) Para Dewa/ Dewi yang merupakan manifestasi kemahakuasaan- Nya.
    c) Para Bhatara/ Bhatari, Leluhur.
  2. Dalam bentuk penghormatan ditujukan kepada:
    a) Pemerintah/ Pejabat Pemerintah.
    b) Orang- orang yang lebih tua atau yang berkedudukan lebih tinggi.
    c) Orang- orang yang berjasa dan para tamu.
    d) Makhluk- makhluk yang nampak dan tidak nampak yang lebih rendah derajatnya daripada manusia.

    Adapun bentuk rasa hormat yang kita berikan itu adalah tanpa merendahkan martabat diri sendiri, akan tetapi didasarkan atas keikhlasan, ketulusan, dan kerendahan hati dan prinsip saling hormat menghormati, harga menghargai, percaya mempercayai satu dengan yang lain.
  3. Dalam bentuk pengabdian, baik kepada keluarga, masyarakat, Negara, Bangsa, Tanah Air, dan kemanusiaan. Pengabdian yang ditujukan kepada Sang Hyang Widhi Wasa adalah merupakan pengabdian yang tertinggi nilainya. Pengabdian kepada keluarga (anak-istri), masyarakat, Negara, Bangsa, Tanah Air dan kemanusiaan itu, satu dengan yang lainnya saling berkaitan.
    Besar kecilnya pengabdian yang dapat kita berikan (abdikan) tergantung atas kemampuan kita masing-masing.
  4. Dalam bentuk cinta dan kasih sayang terhadap semua makhluk hidup, terutama dalam keadaan melarat, menderita, terkena bencana/ malapetaka, di mana kemauan dan tindakan suka serta ikhlas berkorban sangat berperan di dalam bentuk cinta dan kasih sayang ini, demi kebahagiaan bersama dan kesempurnaan hidup.
  5. Dalam bentuk pengorbanan di mana pengorbanan benda, tenaga, pikiran, jiwa dan raga dapat diberikan demi menjunjung tinggi cita- cita yang mulia dan luhur, baik dalam hubungan dharma kepada negara maupun kepada agama (Dharmaning Negara dan Dharmaning Agama).
Dari kelima bentuk pelaksanaan yadnya tersebut dapat disimpulkan bahwa arti yadnya itu sangat luas dalam hubungannya dengan pelaksanaan dharma, bukan saja terbatas pada pelaksanaan Panca Yadnya ataupun pelaksanaan dari berbagai bentuk upacara- upacara yang menggunakan sarana ataupun yang tanpa menggunakan sarana.

Senin, 02 Juli 2012

BUKAKAK DI GIRI EMAS

DESA GIRI EMAS
Desa Giri Emas Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng merupakan hasil pemekaran Desa Sangsit yang diresmikan menjadi Desa Difinitif pada tanggal 14 November 2005. Luas Wilayah Desa: 290 Ha. Letak Wilayah Desa Giri Emas terletak dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Utara - Laut Bali, Timur - Desa Bungkulan, Selatan - Desa Jagaraga, Barat - Desa Sangsit. 

BUKAKAK 
Pada hari Purnama Kedasa, kerama Subak Dangin Yeh Desa Giri Emas melakukan upacara Ngusaba Subak dan Ngusaba Desa. Upacara ini merupakan ungkapan rasa syukur dan terima-kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) atas rachmatnya yang telah memberikan hasil panen yang melimpah. Dalam rangkaian upacara ngusaba, anggota subak dan anggota desa secara keseluruhan menbuat Bukakak. Bukakak berasal dari kata Lembu dan Gagak, Lembu melambangkan Ciwa dan Gagak melambangkan Wisnu. Bukakak merupakan simbul perpaduan antara sekta Ciwa, Wisnu dan juga Sambu. Bukakak ini diwujudkan sebagai seekor burung Garuda/Paksi yang di buat dari daun enau muda yang dalam bahasa lokal disebut ambu. Sedangkan sarana untuk pelinggih/singgasana yang akan naik di atas garuda adalah seekor babi hitam pulus yang diproses menjadi dua warna yaitu Hitam (warna bulu asli) melambangkan Dewa Wisnu, separuh lagi warna putih (Bulu di bersihkan) melambangkan Dewa Ciwa. Sedangkan babi itu sendiri adalah simbul Dewa Sambu.

Berikut adalah photo2 tentang aktifitas aktifitasnya...


Dangsil

Bentuk menyerupai Tiga buah Meru terbuat dari pohon pinang di hias daun enau berbentuk lingkaran yang masing-masing berjumlah tujuh, sembilan dan sebelas. Dangsil ini melambangkan tingkat para Dewa tertinggi Ciwa Sada Ciwa dan Parama Ciwa.





Pura Pasek

Terletak di sentral Desa, persis di pinggir jalan Raya Giri Emas-Singaraja, merupakan sentral aktifitas upacara Ngusaba ini di laksanakan. Pura ini merupakan cikal bakal perkembangan dan aktifitas kegiatan desa secara umum. Pura ini  disungsung oleh kerama desa secara umum dan kerama Dadya Pasek sebagai pengempon. Sangat disayangkan ketika pura ini di pergunakan untuk kegiatan aktifitas desa yang di dominasi oleh kerama subak sehingga di klaim sebagai Pura Subak. Kalau kita melihat dari struktur pelinggih Ida Betara yang di sentanakan, pelinggih utama adalah Ida Betara Ratu Pasek. Ratu Pasek disini bukan semata milik klen Pasek tetapi sebagai Jabatan tertinggi, jadi seluruh kerama dese wajib untuk menghaturkan sembah bakti kehadapan Ida Betara Ratu Pasek. Sedangkan kalau dikaitkan dengan pemujaan Beliau yang berhubungan erat dengan Hyang Geni Jaya maka Bliau adalah sebagai Brahma, jadi lebih tepat Pura Pasek ini adalah merupakan Pura Desa. Secara umum bisa dibandingkan dengan sejarah perkembangan Pura Bale Agung Buleleng.



Kerama Desa bersama-sama membuat Bukakak di Jaba Pura Pasek


Bukakak sebagai pelinggih atau kendaraan Ida Betara yang menyerupai Burung/Paksi telah siap dan di prayastita atau di sucikan secara niskala agar terbebas dari keletehan/kekotoran fisik maupun non fisik.


Sekitar pukul 11.00 Wita Kerama desa berdatangan siap untuk mengikuti perjalanan Ida Betara yang akan anjangsana ke Pura yang sudah ditentukan. Untuk mengetahui kemana tempat/Pura yang akan di tuju,   beberapa hari sebelumnya sudah  nuntun Ida Betara yaitu mohon petunjuk dengan jalan dialog secara supra naural oleh Jro Mangku. Kerama desa yang akan mengusung Bukakak hanya diperbolehkan bagi yang sudah dewasa, sedangkan yang masih tergolong remaja hanya boleh mengusung sarad atau jempana.
Pengusung Bukakak berpakaian putih merah sedangkan pengusung Jempana berwarna putih kuning. Warna merah putih sangat sarat akan makna. Merah simbul darah dan putih simbul getah. Merah dan putih merupakan simbul kesatuan kehidupan semesta seutuhnya. sedangkan putih kuning juga bermakna sangat dalam yaitu merupakan tunas-tunas kehidupan yang kelak tumbuh menjadi sempurna.

Sebelum perjalanan dimulai, terlebih dahulu diawali dengan menyucikan Ida Betara dan seluruh warga desa ke Pura Pancoran Emas. Di pura ini dibagikan berkah berupa bija /beras kuning yang telah diberkahi sebagai bekal kekuatan secara gaib untuk siap menempuh perjalanan jauh dan melelahkan dibawah teriknya matahari.





Ini adalah Sarad atau Jempana Linggih Ida Betara.