Senin, 02 Juli 2012

BUKAKAK DI GIRI EMAS

DESA GIRI EMAS
Desa Giri Emas Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng merupakan hasil pemekaran Desa Sangsit yang diresmikan menjadi Desa Difinitif pada tanggal 14 November 2005. Luas Wilayah Desa: 290 Ha. Letak Wilayah Desa Giri Emas terletak dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Utara - Laut Bali, Timur - Desa Bungkulan, Selatan - Desa Jagaraga, Barat - Desa Sangsit. 

BUKAKAK 
Pada hari Purnama Kedasa, kerama Subak Dangin Yeh Desa Giri Emas melakukan upacara Ngusaba Subak dan Ngusaba Desa. Upacara ini merupakan ungkapan rasa syukur dan terima-kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) atas rachmatnya yang telah memberikan hasil panen yang melimpah. Dalam rangkaian upacara ngusaba, anggota subak dan anggota desa secara keseluruhan menbuat Bukakak. Bukakak berasal dari kata Lembu dan Gagak, Lembu melambangkan Ciwa dan Gagak melambangkan Wisnu. Bukakak merupakan simbul perpaduan antara sekta Ciwa, Wisnu dan juga Sambu. Bukakak ini diwujudkan sebagai seekor burung Garuda/Paksi yang di buat dari daun enau muda yang dalam bahasa lokal disebut ambu. Sedangkan sarana untuk pelinggih/singgasana yang akan naik di atas garuda adalah seekor babi hitam pulus yang diproses menjadi dua warna yaitu Hitam (warna bulu asli) melambangkan Dewa Wisnu, separuh lagi warna putih (Bulu di bersihkan) melambangkan Dewa Ciwa. Sedangkan babi itu sendiri adalah simbul Dewa Sambu.

Berikut adalah photo2 tentang aktifitas aktifitasnya...


Dangsil

Bentuk menyerupai Tiga buah Meru terbuat dari pohon pinang di hias daun enau berbentuk lingkaran yang masing-masing berjumlah tujuh, sembilan dan sebelas. Dangsil ini melambangkan tingkat para Dewa tertinggi Ciwa Sada Ciwa dan Parama Ciwa.





Pura Pasek

Terletak di sentral Desa, persis di pinggir jalan Raya Giri Emas-Singaraja, merupakan sentral aktifitas upacara Ngusaba ini di laksanakan. Pura ini merupakan cikal bakal perkembangan dan aktifitas kegiatan desa secara umum. Pura ini  disungsung oleh kerama desa secara umum dan kerama Dadya Pasek sebagai pengempon. Sangat disayangkan ketika pura ini di pergunakan untuk kegiatan aktifitas desa yang di dominasi oleh kerama subak sehingga di klaim sebagai Pura Subak. Kalau kita melihat dari struktur pelinggih Ida Betara yang di sentanakan, pelinggih utama adalah Ida Betara Ratu Pasek. Ratu Pasek disini bukan semata milik klen Pasek tetapi sebagai Jabatan tertinggi, jadi seluruh kerama dese wajib untuk menghaturkan sembah bakti kehadapan Ida Betara Ratu Pasek. Sedangkan kalau dikaitkan dengan pemujaan Beliau yang berhubungan erat dengan Hyang Geni Jaya maka Bliau adalah sebagai Brahma, jadi lebih tepat Pura Pasek ini adalah merupakan Pura Desa. Secara umum bisa dibandingkan dengan sejarah perkembangan Pura Bale Agung Buleleng.



Kerama Desa bersama-sama membuat Bukakak di Jaba Pura Pasek


Bukakak sebagai pelinggih atau kendaraan Ida Betara yang menyerupai Burung/Paksi telah siap dan di prayastita atau di sucikan secara niskala agar terbebas dari keletehan/kekotoran fisik maupun non fisik.


Sekitar pukul 11.00 Wita Kerama desa berdatangan siap untuk mengikuti perjalanan Ida Betara yang akan anjangsana ke Pura yang sudah ditentukan. Untuk mengetahui kemana tempat/Pura yang akan di tuju,   beberapa hari sebelumnya sudah  nuntun Ida Betara yaitu mohon petunjuk dengan jalan dialog secara supra naural oleh Jro Mangku. Kerama desa yang akan mengusung Bukakak hanya diperbolehkan bagi yang sudah dewasa, sedangkan yang masih tergolong remaja hanya boleh mengusung sarad atau jempana.
Pengusung Bukakak berpakaian putih merah sedangkan pengusung Jempana berwarna putih kuning. Warna merah putih sangat sarat akan makna. Merah simbul darah dan putih simbul getah. Merah dan putih merupakan simbul kesatuan kehidupan semesta seutuhnya. sedangkan putih kuning juga bermakna sangat dalam yaitu merupakan tunas-tunas kehidupan yang kelak tumbuh menjadi sempurna.

Sebelum perjalanan dimulai, terlebih dahulu diawali dengan menyucikan Ida Betara dan seluruh warga desa ke Pura Pancoran Emas. Di pura ini dibagikan berkah berupa bija /beras kuning yang telah diberkahi sebagai bekal kekuatan secara gaib untuk siap menempuh perjalanan jauh dan melelahkan dibawah teriknya matahari.





Ini adalah Sarad atau Jempana Linggih Ida Betara.




Bukakak siap di usung dari Pura Pasek menuju Pura Gunung Sekar yang letaknya di atas bukit untuk mendak atau menjemput Ida Betara yang akan di iring anjangsana ke Pura yang akan di tuju.





Perjalan menuju Pura yang tuju dengan jarak yang cukup jauh dan penuh rintangan. Memang terasa sangat berbeda Bukakak sebelum di pasupati dibanding setelah di pasupati dan Ida Betara sudah melinggih, terasa jauh lebih berat. Dengan semangat yang tinggi untuk menghantakan Ida semuanya jadi ringan.


Perjalana yang cukup melelahkan dengan segala rintangan akhirnya sampai juga ke Pura tujuan. Pada periode ini tujuannya adala Pura Beraban di Desa Menyali. Mengingat pemedal/gerbang Pura yang sempit akhirnya diputuskan menyeberang tembok untuk bisa masuk ke halaman utama Pura.
Setelah Pelinggih/Bukakak dan semua Sarad di tempatkan di tempat yang telah disediakan, kerama melakukan persembahyangan bersama dan diperciki tirta amerta. Walau hanya setetes air melewati kerongkongan terasa sangat nikmat dan menghapuskan rasa lelah selama perjalanan.






Setelah prosesi persembahyangan selesai akhirnya Pelinggih/Bukakak beserta sarad-sarad pengikutnya kembali pulang kedesa Giri emas. Sampai di Giri Emas kembali Pelinggih naik ke Pura Gunung Sekar untuk menghantar Ida Betara kembali ke Alam Sunialoka. Prosesi ngantukang atau mengembalikan Ida Betara selesai kemudian dilanjutkan acara mejaya-jaya yaitu membagi-bagikan berkah kepada para pengusung berupa makanan yang terdiri dari ketupat, telur ayam jajanan dan buah-buahan. Upacara Bukakak dianggap sudah selesai dan warga desa kembali kerumah masing-masing.
Pada malam harinya warga Subak sebagai penyelenggara dan penyandang dana kembali berkumpul bersama untuk merayakan bahwa upacara telah selesai. Acara ini dikuti dengan menarikan Pelaus. Tari Pelaus yaitu semacam tarian sukacita dimana anggota subak saling berhadapa silih berganti untuk menari. Suasana menjadi riang dan rilek setelah beberapa hari bekerja keras menghabiskan waktu, tenaga dan juga dana.
Sebuah perjalanan suci penuh pengorbanan lahir dan batin. Tetapi sangat indah dan sangat kaya akan makna. Pengorbanan anak manusia yang tak akan pernah berhenti sebagai tanda ucapkan rasa syukur dan terima-kasih yang sebesar-besarnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi atas anugrah dan kehidupan yang telah diberikan....

Semoga selalu damai

Damai di hati
Damai di dunia
Damai selamanya

----  AUM SHANTI SHANTI SHANTI AUM -----

2 komentar:

  1. uling pidan berubah kata "OM" menjadi "AUM",.??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas komentarnya. OM bermula dari Tri aksara suci yaitu Ang Ung Mang (Brahma Wisnu Siwa) atau AUM, secara umum bisa disebut OM .

      Hapus